Senin, 25 Februari 2008
Film AAC dan Kebangkitan Sastra Profetik
Kemarin malam, seorang teman mengajak saya melihat pemutaran perdana film Ayat-ayat Cinta (ACC), sebuah film yang diambil dari karya maestro Habiburrahman Saerozi. Tawaran tersebut Saya iyakan. Saya ingin menyasikan buah karya Kang Abik – di Filmkan. Terus terang Novel AAC adalah novel pertama yang saya lahap habis. Sebelumnya, saya sangat malas bila disuguhi sebuah novel atau buku-buku yang berbau seni atau sastra. Namun, novel AAC telah merubah pandangan, sense dan orientasi saya. Setelah membaca novel AAC saya begitu menyukai buku-buku fiksi sedikit demi sedikit. Saya juga termotivasi untuk menjadi penulis :>
Film AAC disutradarai oleh Mas Hanung Bramantyo entalah dari informasi awal, film tersebut rencanannya akan dirilis pada tanggal 28 Februari, tetapi teater-teater Surabaya kemarin sudah menayangkan Film AAC. Meskipun alur ceritanya tidaklah semenarik novelnya, tapi film AAC bisa dikatakan bagus, paling tidak, film tersebut banyak mengandung pesan-pesan moral.
Film AAC seperti halnya novelnya yang best seller disambut antusias oleh para penggemar. Hal ini terbukti ludesnya tiket pemutaran film AAC di salah satu teater Surabaya. Saya dengan teman saya harus bersusah payah untuk akhirnya bisa melihat pemutaran film perdana AAC. Yang menjadi catatan penting ialah, Kang Abik dengan karyanya berhasil mendobrak citra karya sastra Islam, yang sebagian orang menganggap kaya sastra Islam tidak lebih dari kitab-kitab agama yang berisi indoktrinisasi. Novel Ayat-ayat cinta tidak hanya menyuguhkan seni -an sich, hiburan atau kisah romance belaka tetapi lebih dari itu, novel Ayat-ayat Cinta mampu memberikan pencerahan kepada masyarakat akan; cinta, persahabatan, ketulusan, kesabaran dan toleransi yang hakiki. Ustadz Abu Ridho mengatakan, novel AAC adalah novel Islami, budaya, agama, dan politik kalau saya boleh menambahai, novel AAC adalah novel yang syamil dan universal. Dalam novelnya kang Abik berhasil menghadirkan Islam dengan baik - This Is Islam kata seorang mujahid, da’i sekaligus sastrawan Sayid Qutb.
Gerbong sastra profetik sebenarnya sudah mulai digulirkan ketika Helvy Tiana Rosa dengan Forum Lingkar Penanya, tetapi gaungnnya mulai menggema, ketika salah satu anggotanya menelorkan buah karya fenomenal Ayat-ayat Cinta. Ia telah melampaui generasi syahwat* seperti; Ayu Utama (seorang tokoh sastra feminis & sekuler) dengan karya saman & larung – yang hanya dietak ulang tidak lebih dari sepuluh kali, Benard Nur Rokhmat atau Hudan Hidayat Bangkitlah Sastra Profetik dan terangilah Indonesia!.
* saya kutip dari bengawan Taufik Ismail. Beliau memberi predikat seperti itu kepada para pengarang atau sastrawan yang banyak mengumbar syahwat dalam karya-karyanya dan bebas nilai.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Assalamu'alaikum, senang membaca ulasan ini, memberi panduan kepada orang-orang yang memerlukan pencerahan melalui bacaan dan film, wassalam
Posting Komentar